PANGANDARAN JAWA BARAT - Hi swettypie, you look so sexy ! Saat wartawan indonesiasatu menyapa red dress women.
Namun saya terkejut saat mereka menjawab pakai bahasa melayu dengan fasih, " maaf, kami berpakaian perempuan seperti ini sifatnya hanya untuk luculucuan saja, ini perempuan yang ada dibelakang saya, dia adalah istri saya.
" Ya, dia suami saya, dia 100% laki laki, bukan Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT) mereka dan suami saya berpakaian seperti itu hanya dalam rangka ikut memeriahkan hari jadi kabupaten pangandaran, " Kata Sonia perempuan asal singapura sambil tersenyum, " Sabtu (07/10/2022).
Baca juga:
Sulawesi | A Indonesian Travel Film
|
Dari hasil penelusuran wartawan Indonesiasatu di lapangan, Pan Asia Hash merupakan kegiatan sebuah komunitas yang anggotanya berada di sejumlah negara yang mana kegiatan utamanya melakukan olahraga sambil berwisata, bersipat untuk menciptakan kegembiraan dan kesenangan seluruh anggota komunitas, sehingga kegiatannya pun bersipat privasi hanya untuk anggota saja.
Tidak hanya itu, peserta yang datang pun sudah melalui skrening dan harus berusia diatas 30 tahun, sehingga kegiatan PAH ini pun hanya diikuti usia rata-rata 50 tahun ke atas.
Karena Pan Asia Hash ini hanya untuk komunitas, maka dalam kegiatannya pun tidak sembarang orang bisa masuk ke areal Pan Asia Hash yang mana tempat penyelenggaraannya pun terlokalisir hanya di sekitar area Villa Allur saja, walaupun ada kegiatan di luar Villa Allur, seperti di obyek wisata Karangnini, Karapyak, Cagaralam dan Green Canyon, itu hanya untuk kegiatan olahraga seperti long run dan soft run, intinya hanya melakukan olahraga sambil berwisata.
Sementara kegiatan yang sipatnya "hura-hura" atau pesta dengan minum bir, ini hanya dilaksanakan di seputar Villa Allur dan juga tidak semua anggota Pan Hash minum bir, itupun dilaksanakan setelah seharian melaksanakan olahraga lari dan jalan sehat.
Masyarakat umum tidak diperbolehkan masuk kawasan kegiatan Pan Asia Hash, karena seluruh kegiatan ini dilakukan oleh komunitas Pan Asia Has yang mana setiap anggota dipasangi gelang khusus sebagai tanda anggota Pan Has saja.
"Intinya siapapun yang tidak memiliki tanda gelang anggota PAH, juga tanda sebagai panitia itu tidak bisa masuk ke area kegiatan, yang mana sekitar 50 meter di jalan sebelah timur dan barat Villa Alur dijaga ketat oleh puluhan kepolisian, tentara, Satpol PP juga Jagalembur.
Sementara Pemkab Pangandaran secara langsung tidak khusus ada dalam kegitan ini...ya, karena Kegiatan PAH ini hanya masuk dalam rangkaian Dasa Warsa Milangkala Hari Jadi Kabupaten Pangandaran ke 10.
Dalam penyelenggaraan PAH ini Pemda hanya memberikan pasilitas keamanan, kebersihan, kesehatan, pengaturan kendaraan dan pasilitas tempat untuk lokasi kegiatan olahraga, long run dan soft run.
Pemkab Pangandaran juga sepeserpun tidak mengeluarkan anggaran untuk kegiatan PAH ini, karena seluruh biaya penyelenggaraan ini dibiayai oleh Anggota Pan Asia Has yang dikelola oleh perusahaan grand pangandaran sebagai inisiator pangandaran Pan Asia Has.
Malahan dalam situasi saat ini dimana ekonomi kita sedang tidak stabil dan berdapak pada melemahnya perekonomian dan daya beli masyarakat termasuk di sektor pariwisata, maka kegiatan seperti ini sangatlah berpengaruh kepada perekonomian masyarakat di Kabupaten Pangandaran dan besar sekali kontribusinya.
Bukan itu saja, ada yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Jika diasumsikan seorang peserta PAH membelanjakan uangnya minimal Rp 800.000 ribu per hari, berapa jika dikalikan selama 3 hari dan berapa jika dikalikan 5.000 jumlah wisatawan yang tergabung dalam komunitas PAH ini, belum lagi ditambah 30.000 orang wisarawan umum yang masuk pangandaran.
Coba saya hitung Rp 800.000 X3 hari = Rp 2.400.000 X 5.000 orang = Rp 120.000.000.000 (seratus dua puluh milyar rupiah), ternyata setelah dihitung, kedatangan Pan Asia Hash ke pangandaran, sumbangsihnya pada pelaku usaha besar sekali, belum lagi dari pajak hotel dan restauran, juga retribusi.
Terkait adanya isu membudayakan LGBT, menurut saya itu salah besar...ya, karena saya sendiri sebagai wartawan terus memantau kegiatan pangandaran Pan Asia Has, malahan beberapa kali sempat menanyai mereka laki-laki yang memakai Bikini dan Long Dress perempuan.
Ketika saya memanggil nyonya pada mereka, dengan tersenyum mereka mengatakan bahwa "maaf, saya bukan perempuan ataupun LGBT, saya murni 100% laki-laki.
Kami berpakaian perempuan seperti ini sifatnya hanya untuk luculucuan saja, ini perempuan yang ada dibelakang saya, dia adalah istri saya. "Ya, dia suami saya, dia 100% laki laki dan bukan LGBT, "mereka berpakaian perempuan seperti itu hanya dalam rangka ikut memeriahkan hari jadi kabupaten pangandaran", kata Sonia istrinya sambil tersenyum. (Anton AS)